Infotainment disepakati menjadi siaran non-faktual

Kamis, 15 Juli 2010

Setelah siaran infotainment, reality show, dan sejenisnya dinyatakan sebagai siaran non-faktual, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyerahkan masalah penyensoran tayangan program tersebut kepada Lembaga Sensor Film. Hal tersebut dikarenakan KPI tidak punya kewenangan menyensor.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), faktual berarti berdasarkan kenyataan atau mengandung kebenaran. Dengan demikian, infotainment tidak dapat lagi dikategorikan ke dalam tayangan faktual seperti pengertian tersebut. Perubahan status infotainment itu diputuskan dalam rapat antara Komisi I DPR (bidang informasi dan penyiaran) dengan KPI dan Dewan Pers di Gedung DPR RI, Rabu 14 Juli 2010.

Pertimbangan dan alasan di balik perubahan status itu adalah karena program siaran infotainment, reality show, dan sejenisnya, dinilai banyak melanggar norma agama, norma sosial, etika moral, bahkan kode etik jurnalistik dan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran).

Implikasi dari perubahan status infotainment ini ialah, tayangan infotainment kini harus lolos sensor. Sebagaimana tercantum di dalam P3SPS bahwa program nonfaktual harus melalui sensor. Oleh karena itu KPI akan segera berbicara dengan Lembaga Sensor Film (LSF) untuk bekerja sama menindaklanjuti uapaya penyensoran tersebut.

Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat sebagaimana dilansir tempointerakti menyadari akan ada banyak hambatan bagi Lembaga Sensor Film untuk melakukan penyensoran ini. Terutama dalam segi ketersediaan sumber daya manusia dan jumlah infotainment serta reality show yang ada.

Tetapi sesuai Undang-Undang Penyiarannya KPI hanya bisa memberikan sanksi saat sudah tayang. Karenanya, ada kemungkinan KPI akan mempersiapkan Lembaga Penyiaran untuk membantu proses sensor ini.

Sementara itu Anggota Komisi I DPR RI sepakat mendukung penuh KPI untuk menyensor program infotainment stasiun-stasiun televisi untuk menghindari pelanggaran etika, agama, moral, budaya, dan sosial dalam penayangannya.

Demikian dikemukakan dua anggota Komisi I DPR RI, Paskalis Kossay dan Zaki Iskandar, terkait dengan kesepakatan Komisi I DPR RI, KPI, dan Dewan Pers sebagaimana dilansir antara.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), KPI, dan Dewan Pers, kata Paskalis Kossay, terpaksa mengambil kesepakatan itu untuk menghindari maraknya program infotainment yang merusak moral anak bangsa.

Malah menurutnya tayangan tersebut terkesan oleh beberapa pihak, seperti hasil rekayasa semata, atau hanya untuk mengejar target-target komersial tertentu.

Sementara itu, Zaki Iskandar menegaskan pihaknya sepakat memberi dukungan kepada KPI dalam memutuskan program infotainment tersebut bukanlah program berita faktual. Karenanya kemudian program infotainment ini harus melalui lembaga sensor film. Ini dilakukan untuk menjaga agar program infotainment tidak melanggar hal-hal yang kami sebut tadi.

Pasalnya, lanjut Zaki Iskandar, program-program tersebut sudah mendapat berbagai macam protes keras dari masyarakat belakangan ini.

0 komentar: