Karakter kepribadian muslim

Rabu, 21 Juli 2010

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami


Apa yang terbayang di benak kita ketika berbicara mengenai Kepribadian Muslim? Mungkin ada yang menjawab; Kepribadian muslim itu tercermin pada orang yang rajin menjalankan Islam dari aspek ritual seperti shalat. Ada yang mengatakan kepribadian muslim itu terlihat dari sikap dermawan dan suka menolong orang lain atau aspek sosial. Mungkin ada yang berpendapat kepribadian muslim itu terlihat dari penampilan seseorang yang kalem dan baik hati.

Jawaban di atas hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.

Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :

1. Salimul ‘Aqidah / ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)

Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam [6]:162).

Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)


Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)

Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).

4. Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)

Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ


“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)

Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW :

“Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).

Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ


“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).

Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ

Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).

5. Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)

Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat.

Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi.

Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)

Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan.

Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).

7. Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)

Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.

Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)

Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)

Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.

Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.

Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)

Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).

Untuk meraih kreteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69

Allahu A’lam.

Sumber : percikan Iman
READ MORE - Karakter kepribadian muslim

Korupsi dan fenomena negara gagal

Atip Latifulhayat

Korupsi dengan berbagai definisi dan manifestasinya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah negeri yang bernama Indonesia. Rakyat Indonesia sudah pasti sangat lelah mendengar dan membicarakannya. Bahkan mungkin melafalkannya pun sudah sangat “sebal” dan “muak”.  Tiada hari tanpa berita korupsi. Tiada instansi (pemerintah) yang bebas korupsi.

Budaya korupsi penetrasinya sudah menyentuh nyaris semua segmen masyarakat. Yang mencengangkan, kaum intelektual bahkan ulama yang diidealisasikan sebagai makhluk anti wabah korupsi, ternyata ambrol juga pertahanannya. Keadaan ini tanpa kita sadari telah menyebabkan Indonesia hampir sempurna menjadi negara yang gagal (failed state).

Istilah “negara gagal” dipopulerkan antara lain oleh Helman dan Ratner dalam artikelnya “Saving Failed States” (Foreign Policy:1992). Failed States merujuk kepada negara-negara yang pemerintahnya tidak memiliki kemampuan memadai untuk menyediakan fasilitas publik, infrastruktur ekonomi, keamanan, dan gagal dalam mengamankan integritas teritorialnya. Suatu negara dikualifikasikan sebagai “gagal” dikarenakan ketidakmampuannya menyediakan apa yang oleh Rotberg disebut sebagai “positive political goods” bagi warganegaranya yang mencakup keamanan, pendidikan, pelayanan kesehatan, peluang ekonomi, pemeliharaan lingkungan, sistem peradilan yang baik, dan penyediaan infrastuktur ekonomi yang fundamental (Robert I.Rotberg, The New Nature of Nation-State Failure: 2002).

Selain itu, negera gagal pun selalu ditandai dengan perlindungan HAM yang rendah, nilai mata uang yang rendah bahkan kalah pamor dengan mata uang asing. Harapan hidup penduduknya pendek, kemiskinan  meluas, kriminalitas tinggi, tidak mampu mengatur dan menjaga batas-batas wilayah teritorial negaranya, dan praktek korupsi yang meluas (Stephen D.Krasner:2004).

Beberapa negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin masuk ke dalam kategori ini. Untuk menyebut beberapa contoh; Ruanda, Kongo, Sierra Leone, Zimbabwe, Burundi, Columbia, Pakistan, dan Afghanistan (Robert Cooper, The Breaking of Nations: Order and Chaos in The 21st Century: 2004). Sementara itu, negara yang mampu melaksanakan kedaulatannya baik ke dalam maupun keluar dalam arti mampu menyejahterakan rakyatnya dan menjaga wibawa politik dan integritas teritorialnya dalam pergaulan internasional, itulah negara yang sukses/successful states (Rosa Brooks, Failed States, or the State as Failure: 2004).

Tanpa harus membantu untuk menyimpulkan, Indonesia telah memastikan dirinya masuk dalam parade negara-negara gagal. Bahkan Indonesia tampaknya juga termasuk kategori “negara semu” (quasi-state), karena ketergantungannya yang cukup tinggi terhadap bantuan luar negeri (baca: pinjaman) dan ketidakberdayaannya menghadapi “intervensi” institusi-institusi keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund).

Pertanyaannya adalah apa penyebab utama Indonesia menjadi negara yang gagal? Jawabannya adalah: k o r u p s i. Ini bukan penyederhanaan masalah, tapi karena memang masalah utamanya itu dan di situ. Korupsi memang bukan satu-satunya faktor yang menjerumuskan suatu negara ke dalam kategori “failed state”. Namun, korupsi merupakan gerbang utama (main gate) bagi kehancuran suatu negara. Korupsi sebenarnya bukan persoalan yang berkaitan dengan uang. Kerugian (negara) berupa uang adalah akibat dari suatu perbuatan (infi’al, kata orang pesantren). Korupsi hakekatnya adalah penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, selingkuh kekuasaan (abuse of power) dan penyalahgunaan kepercayaan dari rakyat (abuse of trust). Kasus korupsi yang sedang hangat seperti Bank Century dan perampokan uang pajak oleh Gayus Tambunan adalah contoh yang teramat terang telah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.

Praktek penyalahgunaan kekuasaan yang telah berlangsung lama dan meluas hampir di semua instansi pemerintah menyebabkan Indonesia gagal untuk mengantarkan rakyatnya meraih kemakmuran, mencicipi keadilan, dan menikmati ketentraman. Yang lebih mengerikan, korupsi bukan saja telah merugikan rakyat dan menguras aset negara tapi juga telah menjadi sumber penyakit moral yang endemik. Budaya suap yang sebetulnya merupakan budaya rendah berubah menjadi “hukum kebiasaan birokrasi dan pebisnis”. Suap atau “bribery” (Inggris) berasal dari bahasa latin “briba” (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Sekarang “sepotong roti itu” menjadi rukun kelancaran bagi urusan bisnis dan birokrasi. Dalam ajaran Islam, mengemis adalah perbuatan yang harus dihindari (tidak terpuji). Korupsi lewat suap tidak lain adalah pengemis yang bersandar pada tongkat yang tertanam di atas penyalahgunaan kekuasaan. Bayangkan seberapa besar dosanya.

Budaya suap mengakibatkan rakyat kehilangan gairah untuk berkompetisi secara sehat. Kreativitas dan inovasi tidak lagi menjadi jembatan untuk meraih prestasi dan harga diri. Mencari celah untuk kolusi jauh lebih diminati karena hasilnya lebih pasti. Namun, negara harus menderita kerugian luar biasa karena penghuninya hanya birokrasi yang doyan korupsi dan rakyat yang tidak lagi menghargai arti sebuah prestasi dan kompetisi. Ujungnya, Indonesia sangat pas untuk ditahbiskan sebagai negara yang gagal.

Kita semua tentu tidak ingin menjadi rakyat dari sebuah negara yang gagal. Kalau begitu, mari kita perangi korupsi. Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime), karena karakter korupsi yang sangat kriminogin (dapat menjadi sumber kejahatan lain) dan viktimogin (secara potensial dapat merugikan pelbagai dimensi kepentingan).  Perlu “keluarbiasaan” dalam memerangi korupsi. Pemerintah sudah memperlihatkan komitmen awal yang cukup bagus dan perlu didukung lewat pengusutan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para pejabat negara. Namun yang belum terjamah adalah pemberantasan terhadap budaya korupsi. Kasus Bank Century, Gayus, dan kasus korupsi lainnya sebenarnya merupakan perilaku korupsi sehari-hari yang dilakukan oleh birokrat dan pebisnis. Sudah biasa!

Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang bebas dari perilaku korup. Yang membedakan Indonesia dari negara lain adalah tingkatannya sudah sangat masif. Sudah membudaya. Negara-negara yang keluar sebagai negara sukses adalah mereka yang berhasil menekan budaya korupsi. Indonesia masih tetap bertahan sebagai negara gagal, karena korupsi sudah sangat membudaya.

Tulisan ini ingin saya tutup dengan sebuah anekdot tentang Indonesia. Ketika Tuhan menciptakan dunia, para Malaikat protes karena didapatinya benua Eropa hanya berupa hamparan es, ini tidak adil, kata para Malaikat. Tuhan menjawab, kalian benar tapi lihat nanti kualitas penduduknya. Malaikat pun diam. Ketika menyaksikan kawasan Timur Tengah yang hanya berisi hamparan pasir nan gersang kembali Malaikat protes, ini juga tidak adil. Tuhan menjawab, tenang para Malaikat, lihatlah nanti apa yang terkandung di dalam perut bumi Timur Tengah. Lautan minyak! Selanjutnya para Malaikat menyaksikan ketidakadilan yang luar biasa setelah menyaksikan bumi Indonesia yang sangat subur, hampir semua yang dibutuhkan manusia tersedia. Tanpa harus bekerja pun penduduknya bisa hidup. Ini tidak adil Tuhan kata Malaikat. Kalian benar kata Tuhan, tapi lihat nanti bagaimana tingkah laku para pemimpinnya. Ini hanya anekdot. Tapi sungguh keterlaluan kalau kita tidak mampu untuk menertawakan diri sendiri sekalipun. *****



*) Ketua Bidang Jamiyyah PP.Persis dan Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Sumber : persis.or.id
READ MORE - Korupsi dan fenomena negara gagal

Shalat Sunat Rawatib II

Selasa, 20 Juli 2010

Ia menyangka bahwa hartanya itu akan mengabadikanya. Q.s. Alhumazah :3

` Dua Rakaat Qabla Subuh Sunat Paling Utama?

Tetapi permasalahannya apakah benar bahwa salat sunat qabla subuh ini merupakan salat sunat yang paling utama?. Hal inilah yang pernah menjadi pendapat Imam As-Syafii, yaitu bahwa salat sunat qabla subuh lebih utama daripada salat malam. Akan tetapi beliau kemudian pada pendapat terbaru ia menyatakan bahwa salat witir pada akhir malam lebih utama daripada salat sunat qabla subuh.


Imam Asyafii berpendapat demikian karena terdapat sebuah hadis yang menerangkan demikian :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ سُئِلَ أَيُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَأَيُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ

Dari Abu Hurairah r.a (ia menyatakan marfu')ia berkata,"Ditanyakan salat apakah yang paling utama setelah salat wajib dan saum apakah yang paling utama setelah saum Ramadan, Nabi saw. menjawab,'Salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat witir di akhir malam dan saum paling utama setelah saum Ramadan adalah saum bulan Allah, yaitu al-Muharam. '" Sahih Muslim, II : 821 no. 1163.


Demikianlah demi mengingat keutamaan yang ada padanya salat ini sangat penting dan membahagiakan pelakunya. Akan tetapi walau pun demikian tentu tidak dapat mengimbangi keberadaan salat wajib dan para ulama memasukkan salat sunat Qabla Subuh ini ke dalam kategori salat sunat muakkadah (ditekankan sekali).


Jadi, keutamaan yang demikian besar pada Qabla Subuh tidak mungkin dilewatkan oleh kaum muslimin apapun alasannya. Akan tetapi tidak melebihi keutamaan salat malam pada akhir malam.


` Terlambat atau Terlewat Qabla Subuh

Permasalahan ini merupakan masalah yang memungkinkan dialami oleh siapa pun. Artinya dialami baik karena uzur atau tanpa uzur. Uzur dalam hal ini seperti kesiangan atau terhalang oleh sesuatu yang tidak dapat dilewatkan. Bisa juga orang yang asalnya tidak berniat salat Qabla Subuh lalu setelah salat Subuh baru terpikir dan merasa sayang untuk melewatkannya.  Pada masa Rasulullah saw. pun peristiwa seperti ini pernah terjadi.

a. Mengerjakannya Setelah Salat Shubuh

Pernah pada suatu ketika seorang sahabat datang ke masjid untuk melaksanakan salat Subuh berjamaah dengan diimami Rasulullah saw. Ketika ia telah masuk ke masjid ternyata berjamaah telah dimulai. Tentu saja ia tidak dapat mengerjakan Qabla Subuh sebagaimana biasanya, karena mesti segera turut berjamaah bersama Rasulullah saw. Bahkan di dalam hadis lain ditegaskan bahwa tidak ada salat apa pun setelah dikumandangkan iqamah selain salat wajib dengan iqamah itu:

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ اْلِإقَامَةِ ِإلاَّ الْمَكْتُوبَةِ

"Tidak ada salat apapun setelah dikumandangkan iqamah selain salat wajib(dengan iqamah itu)". Sahih Al-Bukhari, I : 235,  Sahih Muslim, I : 493.


Di dalam riwayat lain diterangkan ketika seorang sahabat melakukan salat sunat Qabla Subuh, padahal iqamah telah dikumandangkan dan Nabi saw. telah berada di masjid untuk mengimami.

عَنْ ابْنِ بُحَيْنَةَ قَالَ : أُقِيمَتْ صَلاَةُ الصُّبْحِ فَرَأَى رَسُولُ اللَّهِ  رَجُلاً يُصَلِّي وَالْمُؤَذِّنُ يُقِيمُ فَقَالَ أَتُصَلِّي الصُّبْحَ أَرْبَعًا

Dari Ibnu Buhainah, ia berkata,"Dikumandangkan iqamah Subuh, lalu Rasulullah saw. melihat seseorang yang salat setelah dikumandangkan iqamah itu, maka Rasulullah saw. bersabda,'Apakah engkau salat Subuh empat rakaat?". Musnad Ahmad,  V : 346, Sahih Al-Bukhari, I : 235, Sahih Muslim, I : 494, Musnad Abu Ya'la Al-Mushili, IV : 449,  


Seorang sahabat lain masuk ke masjid pada waktu Subuh dan salat Subuh telah dimulai. Maka sahabat itu segera saja masuk kedalam shaf berjamaah. Kemudian setelah salat berjamaah, ia bediri kembali untuk mengerjakan salat qabla Subuh yang tidak sempat dilaksanakannya. Di dalam hadis kejadian tersebut diterangkan sebagai berikut :

عَنْ قَيْسِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ  رَجُلاً يُصَلِّي بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  صَلاَةُ الصُّبْحِ رَكْعَتَانِ فَقَالَ الرَّجُلُ إِنِّي لَمْ أَكُنْ صَلَّيْتُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا فَصَلَّيْتُهُمَا الآْن فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ.

Dari Qais bin Amr, ia berkata,"Rasulullah saw. melihat seseorang yang salat dua rakaat setelah salat Subuh. Maka Rasulullah saw. bersabda kepadanya,'Salat Subuh itu dua rakaat" Maka orang itu menjawab,'Saya belum salat qabla Subuh, maka saya melakukannya sekarang (setelah salat Subuh).' Maka Rasulullah saw. pun diam (menyetujuinya)." Sunan  Abu Daud, II : 22. no. 1267

Dengan demikian, boleh mengerjakan salat qabla Subuh setelah salat Subuh bila terhalang sesuatu.


b. Mengerjakan Qabla Subuh Sebelum Terbit Matahari

Selanjutnya, di dapatkan sabda Rasulullah saw. yang menerangkan bahwa siapa yang tidak sempat melakukan salat qabla Subuh pada waktunya, hendaklah ia melaksanakannya setelah matahari terbit. Di dalam sebuah hadis diterangkan sebagai berikut :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah saw. telah bersabda,"Siapa yang belum salat Qabla Subuh, lakukanlah setelah matahari terbit." Sunan At-Tirmidzi,  II : 287, Sahih Ibnu Khuzaimah, II : 165, Sunan Ad-Daraqutni, I : 382.

Di dalam hadis lainnya diriwayatkan dengan menggunakan lafal
مَنْ نَسِيَ عَنْ رَكْعَتَي الْفَجْرِ

Siapa yang terlupakan dari dua rakaat Qabla Subuh.

Hadis ini selain diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaemah, Sahih Ibnu Khuzaemah, II : 165, Al-Hakim, Al-mustadrak 'alash Shahihaen, I : 408 dan 450, Al-Baehaqi, Sunan Al-Baehaqi Al-Kubra, II : 216 dan 848, Ad-Adaraqutni, Sunan Ad-Daraqutni, I : 382, Ibnu Abu Syaebah, l-Mushanaf Ibnu Abu Syaebah, VII : 413, Abdur Razaq, II : 421.

Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya mengomentari hadis ini sebagai berikut :

Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia berkata,"Rasulullah saw. telah bersabda, 'Siapa yang belum salat dua rakaat qabla Subuh, salatlah setelah matahari terbit.'"

Hadis ini dinyatakan sahih oleh Abu Muhamad. Tentang hadis ini At-Tirmidzi memberikan komentar sebagai berikut, Hal ini menjadi pegangan bagi amaliyah sebagian ahli ilmu. Hal ini pun menjadi pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Asy-Syafii, Ahmad bin Hanbal, Ishaq, serta Ibnul mubarak. Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar melakukannya. Tafsir Al-Qrthubi, II : 304.

Tetapi sayangnya beliau tidak memuat secara utuh komentar Imam At-Tirmidzi tersebut. Karena ternyata di dalam Sunan At-Tirmidzi komentar At-Tirmidzi tidak hanya sampai di situ, yaitu :

"(Hadis ini) Hadis garib, kami tidak mengetahui hadis ini selain melalui jalan sanad ini. Lalu diriwatkan dari Ibnu Umar bahwa ia pernah melakukannya, yaitu melakukan salat qabla Subuh yang terlewat pada saat matahari telah terbit. Hal ini menjadi pegangan bagi amaliyah sebagian ahli ilmu. Hal ini pun menjadi pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Asy-Syafii, Ahmad bin Hanbal, dan kami pun tidak mengetahui bahwa ada seorang yang meriwayatkan hadis ini dari Hamam dengan sanad ini dengan lafal seperti hadis di atas selain Amr bin Ashim Al-Kilabi. Dan yang telah dikenal dari hadisnya Qatadah dari An-Nadhr bin Anas dari Basyir bin Nahik dari Abu Hurairah dari Nabi saw. telah bersabda,"
 مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ

"Siapa yang sempat satu rakaat dari salat Subuh sebelum terbit matahari, ia telah mendapatkan salat Subuh". Sunan At-Tirmidzi, II : 283

Selain itu diterangkan di dalam kita Nailul Authar, Demikian dihikayatkan oleh Al-Khathabi dari Al-Auza'i bahwa Al-Iraqi berkata," jika dikatakan Imam Asy-Syafii berpendapat qabla Subuh yang terlewat, baik karena lupa atau halangan lainnya, maka dilaksanakan setelah matahari terbit. Akan tetapi kenyataannya bahwa madzhab Asy-Syafii adalah bila tidak sempat mengerkjakan qabla Subuh, ia mengerjakannya setelah salat Subuh secara langsung. Lihat Nailul Authar, III : 27

Berdasarkan keterangan-keterangan ini tampaklah bahwa kecenderungan Imam At-Thabari yang menyatakan kesahihah hadis ini, sedangkan At-Tirmidzi jelas sekali beliau menyatakan ke-garib-an hadis di atas. Hanya saja tentu perlu kita mengkajinya sekali lagi bagaimana sebenarnya kedudukan hadis ini. Dan tentu saja pada dasarnya dalam menyoroti dan mengkritisi ke-garib-an hadis ini. Karena sebagaimana dimaklumi, bahwa hadis garib ada yang sahih ada yang dhaif, bergantung atas rawi yang menjadi sumber ke-gariban jalan sanad hadis tersebut.

Ternyata yang dimaksud dengan garibnya hadis ini karena dari beberapa mukharij hadis seluruh sanadnya melalui Amr bin Ashim. Sebagaimana diterangkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya. Akan tetapi ternyata ke-garib-an Amr bin Ashim tidak berpengaruh terhadap kesahihan hadis ini karena Amr bin Ashim rawi yang stiqah. Maka jelas sekali hadis ini dapat diamalkan.

Tetapi bagaimana dengan amaliyah sahabat yang mengerjakannya setelah salat Subuh langsung dan itu disetujui oleh Nabi saw. Mengingat sahihnya hadis tentang kejadian tersebut, tentu saja wajib diupayakan Thariqatul jam'i selama memungkinkan, yaitu secara lahiriyah satu ketika Nabi saw. memerintahkan agar mengerjakannya setelah terbit matahari pada kesempatan lainnya Nabi menyetujui dikerjakan langsung setelah salat Subuh.


c.  Dikaitkan dengan Tiga Waktu Dilarang  Salat

Para ulama mengaitkan pengerjaan salat qabla Subuh yang terlewat dan dikerjakan setelah terbit matahari dengan waktu-waktu salat yang dilarang, yaitu di antaranya ketika bertepatan dengan saat awal terbir (muncul)nya matahari. Adapun setelah itu, dan matahari benar-benar telah tampak, tidak ada lagi larangan salat. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa bila masih sangat pagi dan masih jauh dari waktu terbitnya matahari, qabla Subuh yang yang terlewat, dilaksanakan langsung setelah salat Subuh. Tetapi apabila pelaksanaan salat Subuh telah mendekati saat awal terbitnya matahari, lalu dikhawatirkan pelaksanaan awal salat itu bertepatan dengan terbitnya matahari, maka salat qabla Subuh yang belum dikerjakan, dikerjakan setelah matahari benar-benar tampak. Demikian, mudah-mudahan hal ini merupakan tariqatul jam'i yang tepat.

Sebagian ulama mengaitkan sabda Rasulullah saw. ini dengan sabda Rasulullah saw. tentang larangan salat pada tiga waktu, yaitu berdasarkan hadis berikut :
عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِيَّ يَقُولُ ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Dari Musa bin Ali dari bapaknya, ia mengatakan,"Saya mendengar Uqbah bin Amir Al-Juhani berkata,'Tiga waktu yang Rasulullah saw. melarang kami untuk salat padanya dan menguburkan mayit padanya, yaitu ; ketika matahari terbit sebelum meninggi, ketika matahari di atas sebelum tergelincir, dan ketika matahari melemah akan tenggelam sampai benar-benar tenggelam.'" Sahih Muslim, I : 568

Maksud para ulama tentang pelaksanaan qabla Subuh mesti dilakukan setelah matahari terbit adalah dilarangnya salat ketika matahari mulai terbit. Maka alasan inilah yang menegaskan dilarangnya mengerjakan salat qabla Subuh yang terlewat bertepatan dengan terbitnya matahari.

Agar benar-benar aman, laksanakanlah setelah matahari terbit dan meninggi. Namun ada pula yang tidak mengaitkan dengan hadis  di atas. Tetapi bagaimanapun secara lahiriyah hadis ini jelas merupakan penjelasan waktu salat qabla Subuh bagi yang belum mengerjakannya setelah salat Subuh berjamaah.

Pendapat ini menjadi pegangan Ats-Tsauri, Ibnu al-Mubarak, Asy-Syafii, Ahmad bin Hanbal, dan Ishaq bin Rahawaih. Hal ini berdasarkan informasi dari At-Tirmidzi, Nail al-Authar, III : 27.

Akan tetapi Al-Khaththabi menyampaikan pernyataan Al-Auza'i bahwa Al-'Iraqi berkata,"Yang benar berdasarkan madzhab Asy-Syafii, yaitu dua rakaat qabla Subuh itu dilaksanakan langsung setelah salat Subuh." Artinya tidak harus menunggu matahari meninggi setelah terbit. Hal ini diartikan keduanya (rakaat qabla Subuh) itu masih termasuk dilaksanakan pada waktunya.

Bila diperhatikan dengan seksama, hadis ini memerintahkan agar salat qabla Subuh yang terlewat dilaksanakan setelah matahari terbit dan agak tinggi, tetapi tidak melarang untuk dilakukan pada waktu lainnya, termasuk dilaksanakan langsung setelah salat Subuh. Oleh karena itu kita dapat melihat kecenderungan perintah Rasulullah saw. ini ditujukan kepada orang yang melakukan salat Subuh setelah mendekati saat matahari terbit. Jadi sangatlah wajar apabila banyak pada ulama mengaitkan perintah ini dengan larangan salat pada tiga waktu. Bila demikian permasalahannya, bagi yang tidak sempat salat qabla Subuh karena iqamah telah dikumandangkan atau berjamaah salat Subuh telah dimulai dan turut menjadi makmum yang masbuk, tentu akan masih cukup waktu untuk mengerjakan Qabla Subuh yang terlewat itu langsung setelah salat Subuh.

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ جَدِّهِ قَيْسٍ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ فَأُقِيمَتْ الصَّلاَةُ فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ  فَوَجَدَنِي أُصَلِّي فَقَالَ مَهْلاً يَا قَيْسُ أَصَلاَتَانِ مَعًا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قَالَ فَلاَ إِذَنْ

Dari Muhamad bin Ihrahim dari kakeknya (qaes), ia berkata,"Rasulullah saw. keluar (dari kamar beliau), lalu dikumandangkan iqamat salat, maka aku salat berjamaah beserta beliau. Kemudian Nabi saw. selesai salat dan mendapati aku sedang salat. Nabi saw. bersabda, apakah itu wahai qaes, apakah engkau melakukan dua salat secara bersamaan?' Aku menjawab,'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku belum salat qabla Subuh.' Ya, jika demikian'"Sunan  At-Tirmidzi,  II : 284     

Dan menurut riwayat Abu Daud diriwayatkan tanpa menyebut nama sahabat yang melakukannya :


Sumber : persis.or.id
READ MORE - Shalat Sunat Rawatib II

Shalat Sunat Rawatib

Senin, 19 Juli 2010

Ust. Wawan Shofwan

Makna Rawatib

Rawatib berasal dari kata ratibah yang artinya tetap atau terus-menerus dengan kata lain dawam.

Menurut syariat salat sunat rawatib adalah salat sunat yang keberadaannya senantiasa mengikuti adanya salat wajib.


Jumlah Rakaat Salat Rawatib dalam Sehari Semalam

Di dalam hadis-hadis yang sahih diterangkan bahwa salat rawatib itu sepuluh rakaat atau dua belas rakaat. Hal ini diterangkan di dalam hadis-hadis sebagai berikut :

- Sepuluh Rakaat

عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ مَا قَالَ حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ  عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَةِ الصُّبْحِ وَكَانَتْ سَاعَةً لاَ يُدْخَلُ عَلَى النَّبِيِّ  فِيهَا حَدَّثَتْنِي حَفْصَةُ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَطَلَعَ الْفَجْرُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

Dari Ibnu Umar, ia mengatakan,”Aku telah hafal dari Rasulullah saw. dua rakaat qabla Zuhur, dua rakaat ba’da Zuhur, dua rakaat ba’da magrib, dua rakaat ba’da isya dan dua rakaat sebelum Subuh. Itulah waktu yang aku tidak bertamu kepada Rasulullah saw.. Hafsah mencertakan kepada saya bahwa beliau saw. apabila terbit fajar dan muadzin telah mengumandangkan azan, beliau salat dua rakaat.'" Musnad Ahmad, II : 23, Sahih Al-Bukhari, I : 395


- Dua belas rakaat


عَنْ أُمِّ حَبِيْبَةَ بِنْتِ أَبِي سُفْيَانَ عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ : مَنْ صَلَّى فِيْ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَجْدَةً سِوَى الْمَكْتُوْبَةِ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فَي الْجَنَّة

Dari Umu Habibah binti Abi Sufyan dari Nabi saw., beliau bersabda,”Barang siapa salat dua belas rakaat selain salat yang maktubah, maka akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga."

Musnad Ahmad, VI : 326,Sahih Al-Bukhari, I : 396, Sahih Muslim, I : 503, At-Tirmidzi, II : 274, Sunan An-Nasai Almujtaba,III : 260, dan Sunan Abu Daud, II : 19,  dan Ibnu Majah, I : 365.



Pada hadis yang diriwayatkan oleh Attirmidzi diterangkan rinciannya sebagai berikut :



مَنْ صَلَّى فِيْ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَجْدَةً سِوَى الْمَكْتُوْبَةِ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فَي الْجَنَّةِ ، أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعتَيَنِ بَعْدَهَا وَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ  اْلعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ.

At-Tirmizi mengatakan,” Yang dimaksud barang siapa yang salat dua belas rakaat selain maktubah, akan dibangunkan sebuah rumah di surga ialah; empat rakaat qabla dzuhur, dua rakaat ba’da dzuhur, dua rakaat ba’da magrib, dua rakaat ba’da isya dan dua rakaat qabla subuh.'".Sunan At-Tirmidzi,  II :493.



Rasulullah saw. teramat menganjurkan agar umat beliau sangat memperhatikan salat rawatib ini bahkan beliau sendiri tidak pernah meninggalkannya kecuali pada saat bepergian atau dalam safar beliau. Hal ini dapat diartikan betapa Rasululah saw. menganjurkan agar salat rawatib ini didawamkan.



Tentang salat sunat rawatib ini banyak didapatkan hadis-hadis akan tetapi tidak semuanya sahih. Oleh karena itu perlu terlebih dahulu disampaikan di sini hadis-hadis yang sahih, baru kemudian hadis-hadis yang daif. Hal ini sangat penting untuk dibahas agar kita terpelihara dari melakukan salat-salat yang disangka rawatib padahal sesungguhnya merupakan bid'ah dalam bilangan rawatib itu sendiri. 


a. Qabla Subuh

` Perbedaan antara Salat Alfajr (As-Subuh) dan rak'atail Fajr



Terkadang ada yang masih tertukar ketika membaca atau menggunakan istilah di dalam hadis antara rak'atal fajri atau rak'atil fajri dengan salatul fajri atau salatus subhi. Umpamanya di dalam hadis sebagai beriut :



عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ  يُصَلِّي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ إِذَا سَمِعَ الْأَذَانَ وَيُخَفِّفُهُمَا

Dari Aisyah, ia berkata,"Rasulullah saw. melakukan salat dua rakaat fajar apabila telah mendengar Azan.". Sahih Muslim, I 500


عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ  قَالَ رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dari Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda,"Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya." Musnad Ahmad, II : 265, Sahih Muslim, III : 1499, dan Sunan At-Tirmizi, II : 275.



Pada hadis ini menggunakan kata-kata rak'atal fajr yang artinya dua rakaat qabla subuh bukan dua rakaat fajar atau dua rakaat Subuh. Hal ini penting untuk dikemukakan karena menjadi salah pengertian jika diartikan dua rakaat Subuh. Bahkan ada yang mengerjakan salat fajar yang dilaksanakan setelah salat Subuh. Jelas hal ini merupakan kesalahan yang muncul akibat salah pengertian.


` Dua Rakaat yang Ringan dan Maknanya

Yang dimaksud dua rakaat yang ringan adalah bahwa pada kedua rakaat itu dikerjakan oleh Rasulullah saw. dengan membiasakan membaca surat-surat yang pendek dengan qiyam (berdiri), ruku, sujud maupun duduk yang sangat sebentar. Oleh karena itu dua rakaat ini disebut rak'ataeni khofifatain (dua rakaat yang ringan). Jadilah salat ini dilakukan dengan sangat sebentar. Demikian sebentarnya dua rakaat yang dikerjakan Rasulullah saw., beliau saw. masih dapat memanfaatkan waktu antara salat itu dan salat Subuh dengan membaringkan badan sambil menunggu panggilan Bilal untuk mengimami para sahabat.



عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ  إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ بِالْأُولَى مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ بَعْدَ أَنْ يَسْتَبِينَ الْفَجْرُ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلْإِقَامَةِ

Dari Az-Zuhri, ia mengatakan,"Urwah bin Az-Zubair mengabari aku bahwasannya Aisyah telah mengatakan, 'Rasulullah saw. apabila muazin diam waktu pertama dari salat Fajar, maka Rasululah saw. salat dua rakaat yang ringan (sebentar) sebelum salat Subuh setelah fajar benar-benar jelas, lalu beliau berbaring ke sebelah kanan sampai muazin mendatangi beliau untuk melakukan iqamat (qomat).'"Sahih Al-Bukhari, I : 1225



عَنْ عَائِشَةَ كَانَ النَّبِيُّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ

"Dari Aisyah bahwa Nabi saw. salat dua rakaat yang ringan antara azan dan iqamah dari salat Subuh." Sahih Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, I : 224, Sahih Muslim, I : 501.



Sebagaimana kita maklumi bahwa dua rakaat qabla Subuh adalah salat sunat setelah azan Subuh sebelum dikumandangkan iqamat salat Subuh. Salat ini merupakan dua rakaat yang ringan dalam arti cukup hanya dengan membaca surat-surat yang pendek setelah qiraah alfatihah. Umpamanya surat-surat Al-ikhlas dan Al-kafirun dan dua surat inilah yang paling sering dibaca oleh Rasulullah saw. dalam salat sunat qabla subuh beliau. Bahkan Aisyah menerangkan betapa sebentarnya salat qabla Shubuh Rasulullah sebagai berikut :



عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا كَانَتْ تَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ  يُصَلِّي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَيُخَفِّفُ حَتَّى إِنِّي أَقُولُ هَلْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ

Dari Aisyah bahwa ia berkata,"Rasulullah saw. salat dua rakaat qabla Subuh dan diringankan sampai aku berkata,'Apakah beliau membaca Umul quran (Alfatihah) pada dua rakaat itu?'"Sahih. Muslim, I : 501. no. 724.


` Tetap Didawamkan Meski dalam Safar

Salat sunat qabla subuh atau disebut juga rak'atal fajr atau rak'atael fajr terbilang salat sunat yang diistimewakan dibanding dengan salat-salat sunat lainnya, bahkan sangat penting di antara salat-salat sunat rawatib. Hanya saja terjadi perbedaan pendapat mengenai apakah merupakan salat yang paling utama ataukah ada salat sunat lainnya yang lebih utama dari padanya. Hal ini tentu saja memerlukan kajian khusus mengapa sampai sedemikian rupa. Rasulullah saw. sendiri memperlihatkan sikap teramat mengistimewakan dua rakaat qabla subuh ini, sampai sahabat beliau menerangkannya dengan untaian kata sebagai berikut,



عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ عَلَى شَيْئٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ تَعَاهُدًا مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْ اْلفَجْرِ

Dari Aisyah, ia mengatakan,” Tidak pernah Nabi saw. sangat mewanti-wanti (sangat perhatian) atas sesuatu yang sunat melebihi pada dua rakaat qabla subuh." Sahih Al-Bukhari, I : 393, Sahih Muslim, I : 501



عَنِ ابْنِ سِيلاَنَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لاَ تَدَعُوا رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ وَإِنْ طَرَدَتْكُمْ الْخَيْلُ

Dari Ibnu Sailan dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah saw. telah bersabda,"Janganlah kalian meninggalkan dua rakaat Qabla Subuh walaupun seekor kuda mencampakkan kalian". Musnad Ahmad, II : 405, Sunan Abu Daud, II : 20, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra, II : 470 dan Malik



Hal inilah yang telah direkam oleh para sahabat sehingga betapa kita melalui hadis di atas diwanti-wanti diingatkan agat sangat perhatian terhadap dua rakaat qabla subuh sekaligus mengistimewakannya.



قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي الْهَدْيِ وَكَانَ مِنْ هَدْيِهِ فِي سَفَرِهِ الاِقْتِصَارُ عَلَى الْفَرْضِ وَلَمْ يُحْفَظْ عَنْهُ أَنَّهُ  صَلَّى سُنَّةَ الصَّلاَةِ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ سُنَّةِ الْوِتْرِ وَالْفَجْرِ فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهَا حَضَرًا وَلاَ سَفَرًا اِنْتَهَى

Ibnul Qayyim berkata,"Adalah dari tuntunan Rasulullah saw. dalam safarnya mencukupkan salat wajib.Dan tidak terbukti dari Nabi saw. bahwa beliau salat sunat qabliyah atau ba'diyah selain salat witir dan qabla Subuh, karna beliau tidak pernah meninggalkannya dalam hadir dan safar beliau." Nailul Authar, III : 234.


` Lebih Baik daripa Dunia dan Isinya

Sebagaimana pentingnya salat dua rakaat Qabla Subuh, sedemikian rupa Rasulullah saw. memberikan perhatian dan tidak pernah mennggalkannya. Ternyata didapatkan keterangan Rasululah saw. yang membandingkan keutamaan salat ini dengan dunia ini beserta segala isinya.



َعَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ : رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا.

Dan dari Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda,” Dua rakaat sebelum subuh adalah lebih baik dari dunia dan segala isinya." Musnad Ahmad, II : 265, Sahih Muslim, III : 1499, dan Sunan At-Tirmizi, II : 275.



Dengan perbandingan ini dapat kita ketahui bahwa dunia dan segala isinya, betapa pun dianggap penuh dengan hal-hal yang sangat diinginkan atau disyahwati manusia, dianggap serba banyak dan seolah dunia dengan segala isinya ini tidak akan pernah habis, bahkan sangat banyak manusia yang menganggap bahwa keduniaan ini akan membuatnya hidup abadi. Sebagaimana difirmankan Allah dalam beberapa ayat diantaranya :

يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
 
Sumber : Persis.or.id
READ MORE - Shalat Sunat Rawatib

Pengertian HTML

HTML (Hyper Text Markup Language) adalah sebuah bahasa markup yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web dan menampilkan berbagai informasi di dalam sebuah browser Internet. Bermula dari sebuah bahasa yang sebelumnya banyak digunakan di dunia penerbitan dan percetakan yang disebut dengan SGML (Standard Generalized Markup Language), HTML adalah sebuah standar yang digunakan secara luas untuk menampilkan halaman web. HTML saat ini merupakan standar Internet yang didefinisikan dan dikendalikan penggunaannya oleh World Wide Web Consortium (W3C).

HTML berupa kode-kode tag yang menginstruksikan browser untuk menghasilkan tampilan sesuai dengan yang diinginkan. Sebuah file yang merupakan file HTML dapat dibuka dengan menggunakan browser web seperti Mozilla Firefox atau Microsoft Internet Explorer. HTML juga dapat dikenali oleh aplikasi pembuka email ataupun dari PDA dan program lain yang memiliki kemampuan browser.

HTML dokumen tersebut mirip dengan dokumen teks biasa, hanya dalam dokumen ini sebuah teks bisa memuat instruksi yang ditandai dengan kode atau lebih dikenal dengan TAG tertentu. Sebagai contoh jika ingin membuat teks ditampilkan menjadi tebal seperti: TAMPIL TEBAL, maka penulisannya dilakukan dengan cara: <b>TAMPIL TEBAL</b>. Tanda <b> digunakan untuk mengaktifkan instruksi cetak tebal, diikuti oleh teks yang ingin ditebalkan, dan diakhiri dengan tanda </b> untuk menonaktifkan cetak tebal tersebut.

Secara garis besar, terdapat 4 jenis elemen dari HTML:

1. structural. tanda yang menentukan level atau tingkatan dari sebuah teks (contoh, <h1>Golf</h1> akan memerintahkan browser untuk menampilkan “Golf” sebagai teks tebal besar yang menunjukkan sebagai Heading 1

2. presentational. tanda yang menentukan tampilan dari sebuah teks tidak peduli dengan level dari teks tersebut (contoh, <b>boldface</b> akan menampilkan bold. Tanda presentational saat ini sudah mulai digantikan oleh CSS dan tidak direkomendasikan untuk mengatur tampilan teks.

3. hypertext. tanda yang menunjukkan pranala ke bagian dari dokumen tersebut atau pranala ke dokumen lain (contoh, <a href="http://saga-islamicnet.blogspot.com/">Islamicnet</a> akan menampilkan Islamicnet sebagai sebuah hyperlink ke URL tertentu).

4. Elemen widget yang membuat objek-objek lain seperti tombol (<button>), list (<li>), dan garis horizontal (<hr>).

Selain markup presentational , markup yang lin tidak menentukan bagaimana tampilan dari sebuah teks. Namun untuk saat ini, penggunaan tag HTML untuk menentukan tampilan telah dianjurkan untuk mulai ditinggalkan dan sebagai gantinya digunakan Cascading Style Sheets.

Contoh HTML Sederhana

<!DOCTYPE html>
<html>
  <head>
    <title>Islamicnet : Belajar HTML</title>
  </head>
  <body>
    <p>Belajar HTML</p>
  </body>
</html>
READ MORE - Pengertian HTML

Jagalah hati, tundukan pandangan

Minggu, 18 Juli 2010

Menundukkan pandangan bukan berarti harus menundukkan kepala sehingga berjalan tak fokus arah, atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Secara bahasa, غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan.

Maksudnya adalah menjaganya dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar. Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang memandang sesuatu yang bukan aurat orang lain, lalu ia tidak mengamat-amati keelokan parasnya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya. Singkatnya, menahan dari apa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala dan Rasul-Nya untuk kita memandangnya.

Dalil Kewajiban Menahan Pandangan

1. Dari al-Qur’an

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur [24]: 30-31)

Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata ‘min’ dalam ‘min absharihim’ maknanya adalah sebagian, untuk menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala hanyalah pandangan yang dapat dikontrol atau disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja.

Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah).

Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.

Berkata Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithy—rahimahullah, “Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa yang menjadikan mata itu berdosa karena memandang hal-hal yang dilarang berdasarkan firman Allah Subhaanahu Wata’ala yang artinya,

“Dia mengetahui khianatnya (pandangan) mata dan apa yang disembunyikan oleh hati”. (QS. Ghafir: 19).

Ini menunjukkan ancaman bagi yang menghianati matanya dengan memandang hal-hal yang dilarang.”

Imam al-Bukhary—rahimahullah—berkata, “Makna dari ayat (an-Nuur: 31) adalah memandang hal yang dilarang karena hal itu merupakan pengkhianatan mata dalam memandang.” (Adhwa` al-Bayan 9/190).

2. Dalil dari Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya.” (HR. Muslim).

Maksudnya, jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian (selimut), dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian (selimut).” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada Ali Radhiyallahu Anhu, “Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh al-Albani).

Imam An-Nawawy mengatakan, “Pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu pada pandangan pertama maka tak ada dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya maka hal itu sudah terhitung sebagai dosa.”

الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ

“Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang.” (Muttafaq ‘alaih).

Imam Bukhari dalam menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa selain kemaluan, anggota badan lainnya pun dapat berzina.

Akibat Negatif Memandang yang Haram

1. Rusaknya hati
Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya seorang mukmin jika berbuat dosa maka akan ada satu noda hitam di hatinya, jika ia bertaubat dan berlepas dari dosanya maka hatinya akan menjadi bersih, namun jika dosanya bertambah maka noda hitam tersebut akan semakin bertambah hingga menutupi hatinya, itulah noda yang disebutkan oleh Allah Azza Wajalla dalam al-Qur`an (artinya), "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya dosa yang mereka perbuat itu menutupi hati mereka."

2. Terancam jatuh kepada zina
Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina).

Akses terhadap pornografi yang begitu mudah, hingga kalangan anak-anak sekalipun telah menjadi pemicu meningkatnya pemerkosaan dan seks bebas. Semuanya berawal dari mata yang khianat terhadap larangan-larangan Allah Azza Wajalla.

3. Lupa ilmu
Imam Waki’ bin Jarrah salah seorang guru Imam Syafi’i berkata, “Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.”
 
Kebiasaan seseorang menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan akan menjadikan hatinya bersih. Kebersihan hati memudahkan masuknya nur atau cahaya petunjuk dari Allah Subhaanahu Wata’ala kedalamnya.
Sebaliknya kebiasaan memandang hal-hal yang diharamkan Allah, seperti aurat orang lain maka akan menjadikan hatinya kotor dengan kemaksiatan dan dosa yang lama-kelamaan semakin menutupi kebersihan hatinya sehingga sulit ditembus oleh nur hidayah-Nya.

4. Turunnya bala’
Amr bin Murrah berkata, “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Kuharap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.”

5. Menambah lalai terhadap Allah Azza Wajalla dan hari akhirat

6. Rendahnya nilai mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” (Muttafaq ‘alaih).

Manfaat Menahan Pandangan
Di antara manfaat menahan pandangan adalah:

1. Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama.
2. Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya.
3. Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi.
4. Mempertajam firasat dan prediksi
Syuja’ Al-Karmani berkata,
“Siapa yang menyuburkan lahiriyahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”

5. Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah (kecintaan dari Allah Subhaanahu Wata’ala).
Al-Hasan bin Mujahid berkata,

 غَضُّ البَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ يُوْرِثُ حُبَّ اللهِ.

 “Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah akan mewarisi cinta Allah.”


Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan
Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah:

1. Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati.
2. Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan.
3. Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan.
4.   7. Meyakini manfaat menahan pandangan.
5. Melaksanakan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram.
6. Memperbanyak puasa.
7. Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal (pernikahan).
8. Bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaknya.
9. Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia.



Wallahul Musta’an wailaihi at Tuklan

Dari berbagai sumber (Al Fikrah Edisi17/10 Juli 2007)(wahdah/af)

belajarislam.com
READ MORE - Jagalah hati, tundukan pandangan

Umar bin Khattab






Kisah 1

Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahwa ketika `Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman Baqi', ia mengucapkan salam, "Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para penghuni kubur. Kukabarkan bahwa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi." Kemudian ada suara tanpa rupa menyahut, "Hai `Umar bin Khattab, kukabarkan juga bahwa kami telah mendapatkan balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang telah kami dermakan, dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan." (Dikemukakan dalam bab tentang kubur)

Yahya bin Ayyub al-Khaza'i menceritakan bahwa `Umar bin Khattab mendatangi makam seorang pemuda lalu memanggilnya, "Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, akan mendapat dua surga (QS Al-Ralunan [55]: 46). Dari liang kubur pemuda itu, terdengar jawaban, "Hai 'Umar, Tuhanku telah memberikan dua surga itu kepadaku dua kali di dalam surga." (Riwayat Ibnu 'Asakir)

Kisah 2

Al Taj al-Subki mengemukakan bahwa salah satu karamah Khalifah 'Umar al-Faruq r.a. dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, "Di antara umat-umat scbclum kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di antara umatku, dialah 'Umar."

Kisah 3

Diceritakan bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, `Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, 'Umar berseru dengan suara lantang, "Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!" Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung, dan berkata, "Itu suara Khalifah `Umar." Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.

Al Taj al-Subki menjelaskan bahwa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah `Umar lalu ia ditanya, "Apa maksud perkataan Khalifah `Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?" Ali menjawab, "'Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya." Dan setelah kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di Madinah, maksud perkataan `Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi jelas

Menurut al Taj al-Subki, `Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah `Umar menampakkan diri secara nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di Nihawan. Sariyah berbicara dengan `Umar seperti dengan orang yang ada bersamanya, baik `Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya. Kedua hal tersebut adalah karamah.

Kisah 4

Dalam kitab al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah 'Umar yang tampak ketika terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, 'Umar malah mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu menakutkan. Kemudian `Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil berkata, "Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu." Bumi kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya `Umar r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga `Umar mampumemerintahkan dan menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk bumi.

Kisah 5

Imam al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan karamah 'Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a. berkata kepada mereka, "Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam telah menghapus tradisi tersebut." Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar menderita.

'Amr menulis surat kepada Khalifah `Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban untuk 'Amr bin Ash, 'Umar menyatakan, "Engkau benar bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!" Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah 'Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, "Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir." Kemudian 'Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah Swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.

Kisah 6

Imam al-Haramain menceritakan karamah `Umar lainnya. 'Umar pernah memimpin suatu pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga 'Umar berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, `Umar pun berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi `Umar untuk ketiga kalinya dan 'Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahwa di dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh 'Utsman dan Ali r.a.

Kisah 7

Dalam kitab Riyadh al-Shalihin, Imam Nawawi mengemukakan bahwa Abdullah bin `Umar r.a. berkata, "Setiap kali `Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini, pasti prasangkanya itu yang benar."

Saya tidak mengemukakan riwayat dari Ibnu `Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah 'ala al-'Alamin. Kisah tentang Sariyah dan sungai Nil yang sangat terkenal juga disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra. Dalam kitab tersebut juga dikemukakan karamah 'Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang bercerita dusta kepadanya, lalu `Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu bercerita lagi kepada `Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu berkata, "Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam."

Kisah 8

Diccritakan bahwa 'Umar bertanya kepada seorang laki-laki, "Siapa namamu?" Orang itu menjawab, "Jamrah (artinya bara)." `Umar bertanya lagi, "Siapa ayahmu?" Ia menjawab, "Syihab (lampu)." `Umar bertanya, "Keturunan siapa?" Ia menjawab, "Keturunan Harqah (kebakaran)." 'Umar bertanya, "Di mana tempat tinggalmu?" Ia menjawab, "Di Al Harrah (panas)." `Umar bertanya lagi, "Daerah mana?" Ia menjawab, "Di Dzatu Lazha (Tempat api)." Kemudian `Umar berkata, "Aku melihat keluargamu telah terbakar." Dan seperti itulah yang terjadi.

Kisah 9

Fakhrurrazi dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahwa salah satu kampung di Madinah dilanda kebakaran. Kemudian `Umar menulis di secarik kain, "Hai api, padamlah dengan izin Allah!" 'Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu langsung padam.

Kisah 10

Fakhrurrazi menceritakan bahwa ada utusan Raja Romawi datang menghadap `Umar. Utusan itu mencari rumah `Umar dan mengira rumah 'Umar seperti istana para raja. Orang-orang mengatakan, "'Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir sedang memerah susu." Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan itu melihat `Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat `Umar, lalu berkata, "Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya seperti ini. Dalam hati ia berjanji akan membunuh `Umar saat sepi seperti itu dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. 'Umar kemudian terbangun, dan ia tidak melihat apa-apa. 'Umar menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut, dan akhirnya masuk Islam.

Menurut Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad (dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahwa meskipun `Umar menjauhi kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan pemimpin seperti 'Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana 'Umar yang begitu menghindari sikap memaksa bisa menjalankan politiknya dengan gemilang. Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.

http://kawansejati.ee.itb.ac.id
READ MORE - Umar bin Khattab